I. PENDAHULUAN
Menjelaskan
dan memahami bagaimana akuntansi internasional berbeda dengan akuntansi lainnya
:
Iqbal, Melcher dan
Elmallah (1997:18) mendefinisikan akuntansi internasional sebagai akuntansi
untuk transaksi antar negara, pembandingan prinsip-prinsip akuntansi di
negara-negara yang berlainan dan harmonisasi standar akuntansi di seluruh
dunia.
Menurut Choi dan Muller
(1998; 1) bahwa ada tiga kekuatan utama yang mendorong bidang akuntansi
internasional kedalam dimensi internasional yang terus tumbuh, yaitu
(1) faktor lingkungan
(2) Internasionalisasi
dari disiplin akuntansi, dan
(3) Internasionalisasi
dari profesi akuntansi.
Perbedaan akuntansi
internasional dengan akuntansi lainnya terdapat pada :
1) Dalam
Akuntansi Internasional yang dilaporkan adalah perusahaan multinasional
(multinational company – MNC) yaitu perusahaan yang kantor pusatnya ada di
suatu negara namun beroperasi juga di negara-negara lainnya
2) Operasi
transaksi melintasi batas-batas Negara
3) Pelaporan
ditujukan kepada pengguna yang berlokasi di negara selain negara perusahaan
4) Perpajakan
Internasional
5) Transaksi
Internasional
Menjelaskan
dan memahami bagaimana akuntansi internasional menjadi bidang yang luas :
Dalam akuntansi
internasional dibagi menjadi tiga bidang, termasuk proses akuntansi yang luas
antara lain:
1. Pengukuran (Measurements)
Membantu dalam proses
mengidentifikasi, mengelompokkan dan menghitung aktivitias dan transaksi,
memberikan masukan mendalam mengenai profitabilitas, operasi dan kekuatan
posisi keuangan perusahaan.
2. Pengungkapan (Disclosure)
Proses dimana
pengukuran akuntansi dikomunikasikan kepada para pengguna laporan keuangan dan
digunakan dalam pengambilan keputusan atau proses mengkomunikasikan kepada para
pengguna.
3. Auditing (Auditing)
Proses dimana para
kalangan professional akuntansi khusus (auditor) melakukan atestasi (pengujian)
terhadap keandalan proses pengukuran dan komunikasi.
Mengetahui sejarah
akuntansi internasional dan tren kebijakan sektor keuangan nasional
Sejarah Akuntansi
Internasional
Awalnya, akuntansi
dimulai dengan sistem pembukuan berpasangan (double entry bookkeeping) di
Italia pada abad ke 14 dan 15. Sistem pembukuan berpasangan (double entry
bookkeeping), dianggap awal penciptaan akuntansi. Akuntansi modern dimulai
sejak double entry accounting ditemukan dan digunakan didalam kegiatan bisnis
yaitu sistem pencatatan berganda (double entry bookkeeping) yang diperkenalkan
oleh Luca Pacioli (th 1447). Luca memperkenalkan 3 (tiga ) catatan penting yang
harus dilakukan:
a.
Buku Memorandum, adalah buku catatan mengenai seluruh informasi transaksi
bisnis.
b.
Jurnal, dimana transaksi yang informasinya telah disimpan dalam buku memorandum
kemudian dicatat dalam jurnal.
c.
Buku Besar, adalah suatu buku yang merangkum jurnal diatas. Buku besar
merupakan centre of the accounting system (Raddebaugh, 1996).
Tahun 1850-an double
entry bookkeeping mencapai Kepulauan Inggris yang menyebabkan tumbuhnya
masyarakat akuntansi dan profesi akuntansi publik yang terorganisasi di
Skotlandia dan Inggris tahun 1870-an. Praktik akuntansi Inggris menyebar ke
seluruh Amerika Utara dan seluruh wilayah persemakmuran Inggris.
Paruh Pertama abad 20,
seiring tumbuhnya kekuatan ekonomi Amerika Serikat, kerumitan masalah akuntansi
muncul bersamaan. Kemudian Akuntansi diakui sebagai suatu disiplin ilmu
akademik tersendiri. Setelah Perang Dunia II, pengaruh Akuntansi semakin terasa
di Dunia Barat. Bagi banyak negara, akuntansi merupakan masalah nasional dengan
standar dan praktik nasional yang melekat erat dengan hukum nasional dan aturan
profesional.
Trend Kebijakan Sektor
Keuangan Nasional
Rapat Dewan Gubernur
(RDG) Bank Indonesia pada 10 Januari 2013 memutuskan untuk mempertahankan BI
Rate sebesar 5,75%. Tingkat suku bunga tersebut dinilai masih konsisten dengan
sasaran inflasi tahun 2013 dan 2014, sebesar 4,5% ± 1%. Evaluasi menyeluruh
terhadap kinerja tahun 2012 dan prospek tahun 2013-2014 menunjukkan
perekonomian Indonesia tumbuh cukup tinggi dengan inflasi yang tetap terkendali
dan rendah. Kinerja tersebut tidak terlepas dari berbagai kebijakan yang
ditempuh Bank Indonesia dan Pemerintah untuk menjaga stabilitas makro dan
momentum pertumbuhan ekonomi nasional di tengah perlambatan ekonomi dunia.
Fokus kebijakan Bank Indonesia saat ini diarahkan untuk mengelola keseimbangan
eksternal dan stabilitas nilai tukar Rupiah sesuai kondisi fundamentalnya. Ke
depan, Bank Indonesia juga akan memperkuat bauran kebijakan moneter dan
makroprudensial serta mempererat koordinasi dengan Pemerintah untuk mengelola
permintaan domestik agar sejalan dengan upaya menjaga keseimbangan eksternal,
mencapai sasaran inflasi, dan kesinambungan pertumbuhan ekonomi nasional.
Pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2012 lebih rendah dari tahun sebelumnya.
Perekonomian Indonesia
pada 2012 tumbuh cukup tinggi sebesar 6,3% dan diprakirakan akan meningkat pada
2013 dan 2014. Daya tahan perekonomian selama ini didukung oleh stabilitas
makro dan sistem keuangan yang terjaga sehingga mampu memperkuat basis
permintaan domestik. Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada tahun 2012
masih mencatat surplus, meskipun mengalami tekanan defisit transaksi berjalan.
Nilai tukar Rupiah pada
2012 mengalami depresiasi dengan volatilitas yang cukup rendah. Rupiah secara
point-to-point melemah 5,91% (yoy) selama tahun 2012 ke level Rp9.638 per dolar
AS. Tekanan depresiasi terutama terjadi pada triwulan II dan III tahun 2012
terkait dengan memburuknya kondisi perekonomian global, khususnya di kawasan
Eropa, yang berdampak pada penurunan arus masuk portfolio asing ke Indonesia.
Inflasi sepanjang tahun 2012 tetap terkendali pada level yang rendah dan berada
pada kisaran sasaran inflasi sebesar 4,5%±1%. Stabilitas sistem keuangan dan
fungsi intermediasi perbankan tetap terjaga dengan baik.
Kebijakan Bank Indonesia
akan diarahkan untuk mengelola permintaan domestik agar sejalan dengan upaya
untuk menjaga keseimbangan eksternal. Bank Indonesia akan terus memperkuat
bauran kebijakan melalui lima pilar kebijakan. Pertama, kebijakan suku bunga
akan ditempuh secara konsisten dengan prakiraan inflasi ke depan agar tetap
terjaga dalam kisaran target yang ditetapkan. Kedua, kebijakan nilai tukar akan
diarahkan untuk menjaga pergerakan Rupiah sesuai dengan kondisi fundamentalnya.
Ketiga, kebijakan makroprudensial diarahkan untuk menjaga kestabilan sistem
keuangan dan mendukung terjaganya keseimbangan internal maupun eksternal.
Keempat, penguatan strategi komunikasi kebijakan untuk mengelola ekspektasi
inflasi. Kelima, penguatan koordinasi Bank Indonesia dan Pemerintah dalam
mendukung pengelolaan ekonomi makro, khususnya dalam memperkuat struktur
perekonomian, memperluas sumber pembiayaan ekonomi, penguatan respons sisi
penawaran, serta pemantapan Protokol Manajemen Krisis (PMK).
Sumber
SAFITRI, R. (2012,
April 3). Warta Warga. Retrieved Maret 9, 2013, from INTERNATIONAL
ACCOUNTING CHAPTER I
Introduction:
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2012/04/international-accounting-chapter-i-
introduction-richa-safitri-4eb11-21208043-softskill1/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar