Jumat, 07 November 2014

Tulisan 1 Etika Profesi AKuntansi#

 Kode Etik Profesi Akuntansi 

Kode etik akuntan Indonesia memuat delapan prinsip etika sebagai berikut : (Mulyadi, 2001: 53)
1. Tanggung Jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.

2. Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme.
Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peran yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.

3. Integritas
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya.
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.

4. Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain.
Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.

5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir.
Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik.
Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seharusnya tidak menggambarkan dirinya memiliki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka miliki. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang harus dipenuhinya.

6. Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.
Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.

7. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.

8. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan


Sumber : https://airanursyahidah90.wordpress.com/kode-etik-akuntan-indonesia/
 ETIKA PEMERIKSAAN
Etika
Etika berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan/adat.  Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu  ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik.

Profesi Akuntan
Profesi Akuntan adalah semua bidang pekerjaan yang mempergunakan keahlian di bidang akuntansi, termasuk bidang pekerjaan akuntan publik, akuntan intern yang bekerja pada perusahaan industri, keuangan atau dagang, akuntan yang bekerja di pemerintah, dan akuntan sebagai pendidik.

Etika Profesi dan Kode Etik Profesi
Etika Profesi adalah seperangkat standar sikap yang dirancang secara praktis, realistis, dan idealis bagi para anggota profesi yang bersangkutan.
Kode Etik Profesi merupakan sarana untuk membantu para pelaksana sebagai seseorang yang professional supaya tidak dapat merusak etika profesi dan sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan maksudnya bahwa etika profesi dapat memberikan suatu pengetahuan kepada masyarakat agar juga dapat memahami arti penntingnay suatu profesi sehingga memungkinkan pengontrolan terhadap pelaksana di lapangan kerja (kalangan sosial). 


KECURANGAN DALAM AKUNTANSI

Fraud atau kecurangan dalam akuntansi merupakan penyimpangan dari Prosedur Akuntansi yang benar. Jika Prosedur akuntansi diterapkan dengan benar maka informasi akuntansi yang dihasilkan akan sangat berguna bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Informasi akuntansi yang dihasilkan dari proses akuntansi dari suatu entiti sangatlah penting, dimana informasi ini menjadi pertimbangan terhadap program atau kebijakan entiti tersebut untuk mencapai tujuannya. 
Selain itu informasi akuntansi yang benar juga dapat berfungsi untuk mengetahui gambaran keuangan atau keadaan suatu entiti atau perusahaan. Bagaimanakah jika Informasi Akuntansi yang dihasilkan tidak sesuai dengan prosedur akuntansi yang benar atau terkandung kecurangan (Fraud)?....
Berikut Ini akan dijelaskan bentuk kecurangan akuntansi yang pernah dipraktikan perusahaan-perusahaan besar didunia dan pihak-pihak tertentu, diantaranya :

1. WorldCom
Perusahaan  telekomunikasi  terbesar  kedua  di Amerika  Serikat, mengakui  telah  Melakukan  skandal  akuntansi  yang  menyebabkan  perdagangan sahamnya  di  bursa  NASDAQ  terhenti.  Beberapa  minggu  kemudian,  WorldCom menyatakan diri bangkrut. Perusahaan telah memberi gambaran yang salah tentang kinerja perusahaan dengan  cara memalsukan milyaran  bisnis  rutin  sebagai belanja modal,  sehingga  labanya  overstated  sebesar $11 milyar pada awal 2002. Perusahaan juga meminjamkan uang lebih dari $400  juta kepada Chief Executive Officer (CEO)-nya  waktu,  Bernard  Ebbers,  untuk  menutupi  kerugian  perdagangan  pribadinya. Ironisnya  meski  di  dakwa  telah  melakukan  pemalsuan,  konspirasi  dan  laporan keuangan  yang  salah,  mantan  CEO WorldCom  tersebut  mengaku  tidak  bersalah (Mehta, 2003; Klayman, 2004; Reuters, 2004).

2. Enron Corp
Perusahaan  terbesar ke  tujuh di AS yang   bergerak di bidang industri  energi,  para manajernya  memanipulasi  angka  yang menjadi  dasar  untuk memperoleh kompensasi moneter yang   besar. Praktik kecurangan yang dilakukan antara  lain  yaitu di Divisi Pelayanan Energi,  para  eksekutif melebih-lebihkan nilai kontrak  yang  dihasilkan  dari  estimasi  internal.  Pada  proyek  perdagangan  luar negerinya  misal  di  India  dan  Brasil,  para  eksekutif  membukukan  laba  yang mencurigakan.  Strategi  yang  salah,  investasi  yang  buruk  dan  pengendalian keuangan  yang  lemah  menimbulkan  ketimpangan  neraca  yang  sangat  besar  dan harga  saham  yang dilebih-lebihkan. Akibatnya  ribuan  orang  kehilangan  pekerjaan dan  kerugian pasar milyaran dollar pada nilai pasar (Schwartz, 2001; Mclean, 2001). Kasus  ini  diperparah  dengan  praktik  akuntansi  yang  meragukan  dan  tidak independennya  audit  yang  dilakukan  oleh  Kantor  Akuntan  Publik  (KAP)  Arthur Andersen  terhadap  Enron.  Arthur  Anderson,  yang  sebelumnya  merupakan  salah satu  “The big  six”  tidak hanya melakukan memanipulasi  laporan keuangan Enron tetapi  juga  telah  melakukan  tindakan  yang  tidak  etis  dengan  menghancurkan dokumen-dokumen  penting  yang  berkaitan  dengan  kasus  Enron.  Independensi sebagai  auditor  terpengaruh  dengan  banyaknya  mantan  pejabat  dan  senior  KAP Arthur Andersen yang bekerja dalam department akuntansi Enron Corp. Baik Enron maupun  Anderson,  dua  raksasa  industri  di  bidangnya,  sama-sama  kolaps  dan menorehkan sejarah kelam dalam praktik akuntansi. 

3. Indonesia
Kasus skandal akuntansi bukanlah hal yang baru.  Salah satu kasus yang ramai  diberitakan  adalah  keterlibatan  10  KAP  di  Indonesia  dalam  praktik kecurangan  Keuangan.  KAP-KAP  tersebut  ditunjuk  untuk  mengaudit    37  bank sebelum  terjadinya  krisis  keuangan pada  tahun  1997. Hasil  audit mengungkapkan bahwa  laporan Keuangan bank-bank  tersebut  sehat. Saat krisis menerpa  Indonesia, bank-bank tersebut kolaps karena kinerja keuangannya sangat buruk. Ternyata baru terungkap dalam  investigasi yang dilakukan pemerintah bahwa KAP-KAP  tersebut terlibat  dalam  praktik  kecurangan  akuntansi.  10  KAP  yang  dituduh  melakukan praktik  kecurangan  akuntansi  adalah  Hans  Tuanakotta  and  Mustofa  (Deloitte Touche  Tohmatsu's  affiliate),  Johan Malonda  and  Partners  (NEXIA  International's affiliate),  Hendrawinata  and  Partners  (Grant  Thornton  International's  affiliate), Prasetyo  Utomo  and  Partners  (Arthur  Andersen's  affiliate),  RB  Tanubrata  and Partners, Salaki and Salaki, Andi Iskandar and Partners, Hadi Sutanto (menyatakantidak  bersalah),  S. Darmawan  and Partners, Robert Yogi  and Partners. Pemerintahpada waktu  itu  hanya melakukan  teguran  tetapin  tidak  ada  sanksi.  Satu-satunya badan  yang  berhak  untuk  menjatuhkan  sanksi  adalah  BP2AP  (Badan  Peradilan Profesi Akuntan Publik) yaitu  lembaga non pemerintah yang dibentuk oleh  Ikatan Akuntan  Indonesa  (IAI).  Setelah  melalui  investigasi  BP2AP  menjatuhkan  sanksi terhadap KAP-KAP tersebut, akan tetapi sanksi yang dijatuhkan terlalu ringan yaitu BP2AP  hanya  melarang  3  KAP  melakukan  audit  terhadap  klien  dari  bank-bank, sementara 7 KAP yang lain bebas (Suryana, 2002).

Kesimpulan:
Kecurangan akuntansi (Fraud) diatas menggambarkan  bagaimana para  akuntan tidak bertanggung jawab  telah melanggar prinsip dasar etika profesi, terutama integritas, objektivitas, dan perilaku profesional.  Akibat dari Kecurangan tersebut adalah kebangkrutan perusahaan-perusahaan besar tersebut. Bagaimanakah cara mendeteksi kecurangan (Fraud) akuntansi? Pertanyaan ini akan dibahas dalam artikel berikutnya dalam blog akuntansi pendidik.

Sumber ;

SEJARAH THE BIG FOUR KAP

The Big 4 atau kadang ditulis The Big Four merupakan empat kantor akuntan berskala internasional yang terbesar saat ini, yang menangani sebagian besar audit bagi perusahaan, baik terbuka (public) maupun tertutup (private). Kantor akuntan yang menjadi The Big Four firms adalah sebagai berikut:

Firm
Revenues
People
Fiscal Year
Deloitte Touche Tohmatsu
$27.4bn
165,000
2008
PricewaterhouseCoopers
$25.2bn
146,700
2007
Ernst & Young
$21.1bn
130,000
2007
KPMG
$19.8bn
123,000
2007
Sebelumnya, kelompok kantor akuntan terbesar ini disebut sebagai “Big Eight” sebelum adanya serangkaian merger dan liquidasi Arthur Andersen yang terlibat skandal Enron pada tahun 2001.

Big 8 (sampai dengan tahun 1989)

Kantor-kantor akuntan yang disebut sebagai the Big 8 menggambarkan dominasi delapan kantor akuntan terbesar pada abad ke-20, yaitu:
1.       Arthur Andersen
2.       Arthur Young & Company
3.       Coopers & Lybrand
4.       Ernst & Whinney (sampai dengan 1979 Ernst & Ernst bermarkas di US dan Whinney Murray di UK)
5.       Deloitte Haskins & Sells (sampai dengan 1978 Haskins & Sells bermarkas di US dan Deloitte Plender Griffiths di UK)
6.       Peat Marwick Mitchell (yang kemudian berubah menjadi Peat Marwick)
7.       Price Waterhouse
8.       Touche Ross
Sebagian besar the Big 8 merupakan aliansi antara firma yang berasal dari British dan US pada abad ke-19 atau awal abad ke-20. Price Waterhouse merupakan UK firm yang kemudian membuka cabang di US pada 1890 dan kemudian terpisah dan berdiri sendiri. Firma Peat Marwick Mitchell merupakan gabungan firma US dan UK dan menggunakan nama yang sama pada tahun 1925. Firma lainnya menggunakan nama yang berbeda untuk domestic business (tidak menggunakan nama bersama/common names), antara lain Touche Ross tahun 1960, Arthur Young (at first Arthur Young, McLelland Moores) tahun 1968, Coopers & Lybrand tahun 1973, Deloitte Haskins & Sells tahun 1978 dan Ernst & Whinney tahun 1979.

Big 6 (1989-1998)

Kompetisi diantara kantor akuntan semakin intensif dan the Big 8 menjadi the Big 6 pada Juni 1989 ketika Ernst & Whinney merger dengan Arthur Young mejadi Ernst & Young serta Deloitte, Haskins & Sells merger dengan Touche Ross menjadi Deloitte & Touche pada Agustus 1989.
Selengkapnya the Big Six mencakup:
1.       Arthur Andersen
2.       Coopers & Lybrand
3.       Ernst & Young (Ernst & Whinney and  Arthur Young & Company merged in 1989)
4.       Deloitte & Touche (Deloitte Haskins & Sells and Touche Ross mergen in 1989)
5.       Peat Marwick Mitchell
6.       Price Waterhouse

Big 5 (1998-2002)

The Big 6 menjadi the Big 5 pada Juli 1998 ketika Price Waterhouse merger dengan Coopers & Lybrand menjadi PricewaterhouseCoopers.
Selengkapnya the Big 5 adalah:
1.       Arthur Andersen
2.       Ernst & Young
3.       Deloitte & Touche
4.       Peat Marwick Mitchell
5.       PricewaterhouseCoopers (Price Waterhouse and Coopers & Lybrand merged in 1998)

Big 4 (2002-sekarang)

Kasus kolapsnya Enron telah menyeret Arthur Andersen, yang mengadit laporan keunagan Enron, ke dalam serangkaian penyelidikan oleh otoritas bursa US. Hasil penyelidikan menyimpulkan Arthur Andersen terlibat dalam skandal tersebut. Kantor akuntan Arthur Andersen didakwa melawan hukum karena menghancurkan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pengauditan Enron, dan menutup-nutupi kerugian jutaan dolar. Hasil keputusan hukum secara efektif menyebabkan kebangkrutan global dari bisnis Arthur Andersen. Kantor akuntan di seluruh dunia yang berada di bawah bendera Arthur Andersen seluruhnya dijual dan kebanyakan menjadi anggota kantor akuntan internasional lainnya. Di UK, para partner Arthur Andersen setempat kebanyakan bergabung dengan Ernst & Young dan Deloitte Touche Tohmatsu. Di Indonesia, para partner Arthur Andersen pada akhirnya bergabung dengan Ernst & Young.
The big 4 selengkapnya adalah:
1.       Ernst & Young
2.       Deloitte Touche Tohmatsu
3.       KPMG
4.       PricewaterhouseCoopers

Afiliasi di Indonesia

Kantor akuntan publik di Indonesia yang berafiliasi dengan the big four adalah:I
1.       KAP Purwantono, Sarwoko, Sandjaja – affiliate of Ernst & Young
2.       KAP Osman Bing Satrio – affiliate of Deloitte
3.       KAP Sidharta, Sidharta, Widjaja – affiliate of KPMG
4.       KAP Haryanto Sahari – affiliate of PwC

Mergers and developments

Struktur merger dan development kantor akuntan terbesar tersebut adalah sebagai berikut:

·         Arthur Andersen
o    Developed from Andersen, Delany
·         Ernst & Young
o    Arthur Young
o    Ernst & Whinney
§  Ernst & Ernst (US)
§  Whinney Murray (UK)
§  Whinney, Smith & Whinney
·         PricewaterhouseCoopers
o    Coopers & Lybrand
§  Cooper Brothers (UK)
§  Lybrand, Ross Bros, Montgomery (US)
o    Price Waterhouse
·         Deloitte Touche Tohmatsu
o    Deloitte & Touche
§  Deloitte Haskins & Sells
§  Deloitte Plender Griffiths (UK)
§  Haskins & Sells (US)
§  Touche Ross
§  Touche, Ross, Bailey & Smart
§  Ross, Touche (Canada)
§  George A. Touche (UK)
§  Touche, Niven, Bailey & Smart (US)
§  Touche Niven
§  Bailey
§  A. R. Smart
o    Tohmatsu & Co. (Japan)
·         KPMG
o    Peat Marwick Mitchell
§  William Barclay Peat (UK)
§  Marwick Mitchell (US)
o    KMG
§  Klynveld Main Goerdeler
§  Klynveld Kraayenhof (Netherlands)
§  Thomson McLintock (UK)
§  Main Lafrentz (US)
§  Deutsche Treuhand Gesellschaft (Germany)

Sumber ;

AUDIT FORENSIK

Audit Forensik Pengertian Audit Forensik Audit Forensik terdiri dari dua kata, yaitu audit dan forensik. Audit adalah tindakan untuk membandingkan kesesuaian antara kondisi dan kriteria. Sementara forensik adalah segala hal yang bisa diperdebatkan di muka hukum / pengadilan           
Audit Forensik terdiri dari dua kata, yaitu audit dan forensik. Audit adalah tindakan untuk membandingkan kesesuaian antara kondisi dan kriteria. Sementara forensik adalah segala hal yang bisa diperdebatkan di muka hukum / pengadilan.           Menurut D. Larry Crumbley, editor-in-chief dari Journal of Forensic Accounting (JFA) “Akuntansi forensik adalah akuntansi yang akurat (cocok) untuk tujuan hukum. Artinya, akuntansi yang dapat bertahan dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses peninjauan judicial atau administratif”.           
Dengan demikian, Audit Forensik bisa didefinisikan sebagai tindakan menganalisa dan membandingkan antara kondisi di lapangan dengan criteria, untuk menghasilkan informasi atau bukti kuantitatif yang bisa digunakan di muka pengadilan.           Karena sifat dasar dari audit forensik yang berfungsi untuk memberikan bukti di muka pengadilan, maka fungsi utama dari audit forensik adalah untuk melakukan audit investigasi terhadap tindak kriminal dan untuk memberikan keterangan saksi ahli (litigation support) di pengadilan.           Audit Forensik dapat bersifat proaktif maupun reaktif. Proaktif artinya audit forensik digunakan untuk mendeteksi kemungkinan-kemungkinan risiko terjadinya fraud atau kecurangan. Sementara itu, reaktif artinya audit akan dilakukan ketika ada indikasi (bukti) awal terjadinya fraud. Audit tersebut akan menghasilkan “red flag” atau sinyal atas ketidakberesan. Dalam hal ini, audit forensik yang lebih mendalam dan investigatif akan dilakukan. Perbedaan yang paling teknis antara Audit Forensik dan Audit Tradisional adalah pada masalah metodologi. Dalam Audit Tradisional, mungkin dikenal ada beberapa teknik audit yang digunakan. Teknik-teknik tersebut antara lain adalah prosedur analitis, analisa dokumen, observasi fisik, konfirmasi, review, dan sebagainya. Namun, dalam Audit Forensik, teknik yang digunakan sangatlah kompleks.           
          Tujuan dari audit forensik adalah mendeteksi atau mencegah berbagai jenis kecurangan (fraud). Penggunaan auditor untuk melaksanakan audit forensik telah tumbuh pesat.           Untuk mendukung proses identifikasi alat bukti dalam waktu yang relatif cepat, agar dapat diperhitungkan perkiraan potensi dampak yang ditimbulkan akibat perilaku jahat yang dilakukan oleh kriminal terhadap korbannya, sekaligus mengungkapkan alasan dan motivitasi tindakan tersebut sambil mencari pihak-pihak terkait yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dengan perbuatan tidak menyenangkan dimaksud. Akuntansi atau audit forensik? Pada mulanya, di Amerika Serikat, akuntansi forensik digunakan untuk menentukan pembagian warisan atau mengungkapkan motif pembunuhan. Misalnya pembunuhan isteri oleh suami untuk mendapatkan hak waris atau klaim asuransi, atau pembunuhan mitra dagang untuk menguasai perusahaan. Bermula dari penerapan akuntansi untuk memecahkan hukum, maka istilah yang dipakai adalah akuntansi (dan bukan audit) forensik. Sekarangpun kadar akuntansinya masih terlihat, misalkan dalam perhitungan ganti rugi, baik dalam konteks keuangan Negara, maupun di antara pihak-pihak dalam sengketa perdata. Akuntansi forensik pada awalnya adalah perpaduan yang paling sederhana untuk akuntansi dan hukum. Contoh, penggunaan akuntan forensik dalam penggantian harta gono gini. Disini terlihat unsur akuntansinya, unsur menghitung besarnya harta yang akan diterima pihak (mantan) suami dan (mantan) isteri. Segi hukumnya dapat diselesaikan di dalam atau di luar pengadilan, secara litigasi atau non litigasi. Dalam kasus yang lebih pelik, ada satu bidang tambahan, yaitu bidang audit. Akuntansi forensik sebenarnya telah dipraktekkan di Indonesia. Praktek ini tumbuh pesat, tak lama setelah terjadi krisis keuangan tahun 1977. Akuntansi forensik dilaksanakan oleh berbagai lembaga seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Bank Dunia (untuk proyek-proyek pinjamannya), dan kantor-kantor akuntan publik (KAP) di Indonesia.

Sumber ;
http://edratna.wordpress.com/2009/04/27/apa-bagaimana-dan-kapan-akuntansi-forensik-digunakan/
http://rifkialparisi22accounting.blogspot.com/2012/10/audit-forensik.html

AUDIT SISTEM INFORMASI

Ron Weber (1999,10) mengemukakan bahwa audit sistem informasi adalah :
” Information systems auditing is the process of collecting and evaluating evidence to determine whether a computer system safeguards assets, maintains data integrity, allows organizational goals to be achieved effectively, and uses resources efficiently”.
“Audit sistem informasi adalah proses pengumpulan dan penilaian bukti – bukti untuk menentukan apakah sistem komputer dapat mengamankan aset, memelihara integritas data, dapat mendorong pencapaian tujuan organisasi secara efektif dan menggunakan sumberdaya secara efisien”.
 Tujuan Audit Sistem Informasi 
Tujuan Audit Sistem Informasi dapat dikelompokkan ke dalam dua aspek utama dari ketatakelolaan IT, yaitu :
a. Conformance (Kesesuaian) – Pada kelompok tujuan ini audit sistem informasi difokuskan untuk memperoleh kesimpulan atas aspek kesesuaian, yaitu :Confidentiality (Kerahasiaan), Integrity (Integritas), Availability (Ketersediaan) dan Compliance (Kepatuhan).
b. Performance (Kinerja) – Pada kelompok tujuan ini audit sistem informasi difokuskan untuk memperoleh kesimpulan atas aspek kinerja, yaitu : Effectiveness(Efektifitas), Efficiency (Efisiensi), Reliability (Kehandalan).

Tujuan audit sistem informasi menurut Ron Weber tujuan audit yaitu :
1. Mengamankan asset
2. Menjaga integritas data
3. Menjaga efektivitas sistem
4. Mencapai efisiensi sumberdaya.

Keempat tujuan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

Mengamankan aset, aset (activa) yang berhubungan dengan instalasi sistem informasi mencakup: perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), manusia (people), file data, dokumentasi sistem, dan peralatan pendukung lainnya.
Sama halnya dengan aktiva – aktiva yang lain, maka aktiva ini juga perlu dilindungi dengan memasang pengendalian internal. Perangkat keras dapat rusak karena unsur kejahatan atau sebab-sebab lain. Perangkat lunak dan isi file data dapat dicuri. Peralatan pendukung dapat digunakan untuk tujuan yang tidak diotorisasi.

Menjaga integritas data, integritas data merupakan konsep dasar audit sistem informasi. Integritas data berarti data memiliki atribut: kelengkapan, baik dan dipercaya, kemurnian, dan ketelitian. Tanpa menjaga integritas data, organisasi tidak dapat memperlihatkan potret dirinya dengan benar atau kejadian yang ada tidak terungkap seperti apa adanya. Akibatnya, keputusan maupun langkah-langkah penting di organisasi salah sasaran karena tidak didukung dengan data yang benar. Meskipun demikian, perlu juga disadari bahwa menjaga integritas data tidak terlepas dari pengorbanan biaya. Oleh karena itu, upaya untuk menjaga integritas data, dengan konsekuensi akan ada biaya prosedur pengendalian yang dikeluarkan harus sepadan dengan manfaat yang diharapkan.

Menjaga efektivitas sistem, sistem informasi dikatakan efektif hanya jika sistem tersebut dapat mencapai tujuannya. Untuk menilai efektivitas sistem, perlu upaya untuk mengetahui kebutuhan pengguna sistem tersebut (user). Selanjutnya, untuk menilai apakah sistem menghasilkan laporan atau informasi yang bermanfaat bagi user (misalnya pengambil keputusan), auditor perlu mengetahui karakteristik user berikut proses pengambilan keputusannya. Biasanya audit efektivitas sistem dilakukan setelah suatu sistem berjalan beberapa waktu. Manajemen dapat meminta auditor untuk melakukan post audit guna menentukan sejauh mana sistem telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi ini akan memberikan masukan bagi pengambil keputusan apakah kinerja sistem layak dipertahankan; harus ditingkatkan atau perlu dimodifikasi; atau sistem sudah usang, sehingga harus ditinggalkan dan dicari penggantinya

Audit efektivitas sistem dapat juga dilaksanakan pada tahap perencanaan sistem (system design). Hal ini dapat terjadi jika desainer sistem mengalami kesulitan untuk mengetahui kebutuhan user, karena user sulit mengungkapkan atau mendeskripsikan kebutuhannya. Jika sistem bersifat komplek dan besar biaya penerapannya, manajemen dapat mengambil sikap agar sistem dievaluasi terlebih dahulu oleh pihak yang independen untuk mengetahui apakah rancangan sistem sudah sesuai dengan kebutuhan user. Melihat kondisi seperti ini, auditor perlu mempertimbangkan untuk melakukan evaluasi sistem dengan berfokus pada kebutuhan dan kepentingan manajemen.

Mencapai efisiensi sumberdaya, suatu sistem sebagai fasilitas pemrosesan informasi dikatakan efisien jika ia menggunakan sumberdaya seminimal mungkin untuk menghasilkan output yang dibutuhkan. Pada kenyataannya, sistem informasi menggunakan berbagai sumberdaya, seperti mesin, dan segala perlengkapannya, perangkat lunak, sarana komunikasi dan tenaga kerja yang mengoperasikan sistem tersebut. Sumberdaya seperti ini biasanya sangat terbatas adanya. Oleh karena itu, beberapa kandidat sistem (system alternatif) harus berkompetisi untuk memberdayakan sumberdaya yang ada tersebut.
Adapun tujuan yang lain adalah :
Untuk memeriksa kecukupan dari pengendalian lingkungan, keamanan fisik, keamanan logikal serta keamanan operasi sistem informasi yang dirancang untuk melindungi piranti keras, piranti lunak dan data terhadap akses yang tidak sah, kecelakaan, perubahan yang tidak dikehendaki.
Untuk memastikan bahwa sistem informasi yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan kebutuhan sehingga bisa membantu organisasi untuk mencapai tujuan strategis.

Sumber;
http://2lucianasi2011.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar