Kode Etik Profesi Akuntansi
Kode etik akuntan Indonesia memuat delapan prinsip etika sebagai berikut :
(Mulyadi, 2001: 53)
1. Tanggung Jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus
senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan
yang dilakukannya.
Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan
peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa
profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja
sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara
kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur
dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan
meningkatkan tradisi profesi.
2. Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan
kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas
profesionalisme.
Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada
publik. Profesi akuntan memegang peran yang penting di masyarakat, dimana publik
dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah,
pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya
bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara
berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan
tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik
didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani
anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah
laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi
masyarakat dan negara.
Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan
paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai
dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi
tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan
publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara
terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang
tinggi.
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus
memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
3. Integritas
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan
profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik
dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang
diambilnya.
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan
berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan
kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas
dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang
jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
4. Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan
kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang
diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil,
tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta
bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain.
Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan
obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktek publik
memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang
lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit
internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri,
pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang orang yang
ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus
melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati,
kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan
pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk
memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa
profesional dan teknik yang paling mutakhir.
Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan
jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi
kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada
publik.
Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seharusnya tidak
menggambarkan dirinya memiliki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka
miliki. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu
tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk
memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan
profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib
melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih
kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing
masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang diperlukan
memadai untuk bertanggung jawab yang harus dipenuhinya.
6. Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh
selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan
informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban
profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan
dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat sifat
dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana
informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu
diungkapkan.
Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang
klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang
diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar
anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
7. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang
baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus
dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima
jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
8. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar
teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan
dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan
dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas
dan obyektivitas.
Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah
standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional
Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan
yang relevan
Sumber : https://airanursyahidah90.wordpress.com/kode-etik-akuntan-indonesia/
ETIKA PEMERIKSAAN
Etika
Etika berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter,
watak kesusilaan/adat. Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan
konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah
tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau
baik.
Profesi Akuntan
Profesi Akuntan adalah semua bidang pekerjaan yang mempergunakan keahlian
di bidang akuntansi, termasuk bidang pekerjaan akuntan publik, akuntan intern
yang bekerja pada perusahaan industri, keuangan atau dagang, akuntan yang
bekerja di pemerintah, dan akuntan sebagai pendidik.
Etika Profesi dan Kode Etik Profesi
Etika Profesi adalah seperangkat standar sikap yang dirancang
secara praktis, realistis, dan idealis bagi para anggota profesi yang
bersangkutan.
Kode Etik Profesi merupakan sarana untuk membantu para pelaksana sebagai
seseorang yang professional supaya tidak dapat merusak etika profesi dan sarana
kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan maksudnya bahwa
etika profesi dapat memberikan suatu pengetahuan kepada masyarakat agar juga
dapat memahami arti penntingnay suatu profesi sehingga memungkinkan
pengontrolan terhadap pelaksana di lapangan kerja (kalangan sosial).
KECURANGAN DALAM AKUNTANSI
Fraud atau kecurangan dalam akuntansi merupakan penyimpangan dari
Prosedur Akuntansi yang benar. Jika Prosedur akuntansi diterapkan dengan benar
maka informasi akuntansi yang dihasilkan akan sangat berguna bagi pihak-pihak
yang membutuhkan. Informasi akuntansi yang dihasilkan dari proses akuntansi
dari suatu entiti sangatlah penting, dimana informasi ini menjadi pertimbangan
terhadap program atau kebijakan entiti tersebut untuk mencapai tujuannya.
Selain itu informasi akuntansi yang benar juga dapat berfungsi untuk
mengetahui gambaran keuangan atau keadaan suatu entiti atau perusahaan.
Bagaimanakah jika Informasi Akuntansi yang dihasilkan tidak sesuai dengan
prosedur akuntansi yang benar atau terkandung kecurangan (Fraud)?....
Berikut Ini akan dijelaskan bentuk kecurangan akuntansi yang pernah dipraktikan
perusahaan-perusahaan besar didunia dan pihak-pihak tertentu, diantaranya :
1. WorldCom
Perusahaan telekomunikasi terbesar kedua di
Amerika Serikat, mengakui telah Melakukan skandal akuntansi
yang menyebabkan perdagangan sahamnya di bursa
NASDAQ terhenti. Beberapa minggu kemudian,
WorldCom menyatakan diri bangkrut. Perusahaan telah memberi gambaran yang salah
tentang kinerja perusahaan dengan cara memalsukan milyaran bisnis
rutin sebagai belanja modal, sehingga labanya
overstated sebesar $11 milyar pada awal 2002. Perusahaan juga meminjamkan
uang lebih dari $400 juta kepada Chief Executive Officer (CEO)-nya
waktu, Bernard Ebbers, untuk menutupi
kerugian perdagangan pribadinya. Ironisnya meski
di dakwa telah melakukan pemalsuan,
konspirasi dan laporan keuangan yang salah,
mantan CEO WorldCom tersebut mengaku tidak
bersalah (Mehta, 2003; Klayman, 2004; Reuters, 2004).
2. Enron Corp
Perusahaan terbesar ke tujuh di AS yang bergerak di
bidang industri energi, para manajernya memanipulasi
angka yang menjadi dasar untuk memperoleh kompensasi moneter
yang besar. Praktik kecurangan yang dilakukan antara
lain yaitu di Divisi Pelayanan Energi, para eksekutif
melebih-lebihkan nilai kontrak yang dihasilkan dari
estimasi internal. Pada proyek perdagangan luar
negerinya misal di India dan Brasil,
para eksekutif membukukan laba yang mencurigakan.
Strategi yang salah, investasi yang buruk
dan pengendalian keuangan yang lemah menimbulkan
ketimpangan neraca yang sangat besar dan
harga saham yang dilebih-lebihkan. Akibatnya ribuan
orang kehilangan pekerjaan dan kerugian pasar milyaran dollar
pada nilai pasar (Schwartz, 2001; Mclean, 2001). Kasus ini diperparah
dengan praktik akuntansi yang meragukan dan
tidak independennya audit yang dilakukan oleh
Kantor Akuntan Publik (KAP) Arthur Andersen
terhadap Enron. Arthur Anderson, yang
sebelumnya merupakan salah satu “The big six” tidak
hanya melakukan memanipulasi laporan keuangan Enron tetapi
juga telah melakukan tindakan yang tidak
etis dengan menghancurkan dokumen-dokumen penting
yang berkaitan dengan kasus Enron. Independensi
sebagai auditor terpengaruh dengan banyaknya
mantan pejabat dan senior KAP Arthur Andersen yang
bekerja dalam department akuntansi Enron Corp. Baik Enron maupun
Anderson, dua raksasa industri di
bidangnya, sama-sama kolaps dan menorehkan sejarah kelam
dalam praktik akuntansi.
3. Indonesia
Kasus skandal akuntansi bukanlah hal yang baru. Salah satu
kasus yang ramai diberitakan adalah keterlibatan
10 KAP di Indonesia dalam praktik
kecurangan Keuangan. KAP-KAP tersebut
ditunjuk untuk mengaudit 37 bank sebelum
terjadinya krisis keuangan pada tahun 1997. Hasil
audit mengungkapkan bahwa laporan Keuangan bank-bank tersebut
sehat. Saat krisis menerpa Indonesia, bank-bank tersebut kolaps karena
kinerja keuangannya sangat buruk. Ternyata baru terungkap dalam
investigasi yang dilakukan pemerintah bahwa KAP-KAP tersebut
terlibat dalam praktik kecurangan
akuntansi. 10 KAP yang dituduh melakukan
praktik kecurangan akuntansi adalah Hans
Tuanakotta and Mustofa (Deloitte Touche
Tohmatsu's affiliate), Johan Malonda and Partners
(NEXIA International's affiliate), Hendrawinata and
Partners (Grant Thornton International's affiliate),
Prasetyo Utomo and Partners (Arthur
Andersen's affiliate), RB Tanubrata and Partners,
Salaki and Salaki, Andi Iskandar and Partners, Hadi Sutanto
(menyatakantidak bersalah), S. Darmawan and Partners, Robert
Yogi and Partners. Pemerintahpada waktu itu hanya
melakukan teguran tetapin tidak ada sanksi.
Satu-satunya badan yang berhak untuk menjatuhkan
sanksi adalah BP2AP (Badan Peradilan Profesi Akuntan
Publik) yaitu lembaga non pemerintah yang dibentuk oleh Ikatan
Akuntan Indonesa (IAI). Setelah melalui investigasi
BP2AP menjatuhkan sanksi terhadap KAP-KAP tersebut, akan tetapi
sanksi yang dijatuhkan terlalu ringan yaitu BP2AP hanya
melarang 3 KAP melakukan audit terhadap
klien dari bank-bank, sementara 7 KAP yang lain bebas (Suryana,
2002).
Kesimpulan:
Kesimpulan:
Kecurangan akuntansi (Fraud) diatas menggambarkan bagaimana
para akuntan tidak bertanggung jawab telah melanggar prinsip
dasar etika profesi, terutama integritas, objektivitas, dan perilaku
profesional. Akibat dari Kecurangan tersebut adalah kebangkrutan
perusahaan-perusahaan besar tersebut. Bagaimanakah cara mendeteksi
kecurangan (Fraud) akuntansi? Pertanyaan ini akan dibahas dalam artikel
berikutnya dalam blog akuntansi pendidik.
Sumber ;
SEJARAH THE BIG FOUR KAP
The Big 4 atau kadang ditulis The Big
Four merupakan empat kantor akuntan berskala
internasional yang terbesar saat ini, yang menangani sebagian besar audit bagi
perusahaan, baik terbuka (public) maupun tertutup (private). Kantor akuntan
yang menjadi The Big Four firms adalah sebagai berikut:
Firm
|
Revenues
|
People
|
Fiscal Year
|
Deloitte Touche
Tohmatsu
|
$27.4bn
|
165,000
|
2008
|
PricewaterhouseCoopers
|
$25.2bn
|
146,700
|
2007
|
Ernst & Young
|
$21.1bn
|
130,000
|
2007
|
KPMG
|
$19.8bn
|
123,000
|
2007
|
Sebelumnya,
kelompok kantor akuntan terbesar ini disebut sebagai “Big Eight” sebelum adanya
serangkaian merger dan liquidasi Arthur Andersen yang
terlibat skandal Enron pada tahun 2001.
Big 8 (sampai dengan tahun 1989)
Kantor-kantor akuntan yang disebut
sebagai the Big 8 menggambarkan dominasi delapan kantor
akuntan terbesar pada abad ke-20, yaitu:
1. Arthur Andersen
2. Arthur Young & Company
3. Coopers & Lybrand
4. Ernst & Whinney (sampai
dengan 1979 Ernst & Ernst bermarkas di US dan Whinney Murray di UK)
5. Deloitte Haskins & Sells
(sampai dengan 1978 Haskins & Sells bermarkas di US dan Deloitte Plender
Griffiths di UK)
6. Peat Marwick Mitchell (yang
kemudian berubah menjadi Peat Marwick)
7. Price Waterhouse
8. Touche Ross
Sebagian besar the Big 8 merupakan
aliansi antara firma yang berasal dari British dan US pada abad ke-19 atau awal
abad ke-20. Price Waterhouse merupakan UK firm yang kemudian membuka cabang di
US pada 1890 dan kemudian terpisah dan berdiri sendiri. Firma Peat Marwick
Mitchell merupakan gabungan firma US dan UK dan menggunakan nama yang sama pada
tahun 1925. Firma lainnya menggunakan nama yang berbeda untuk domestic business
(tidak menggunakan nama bersama/common names), antara lain Touche Ross tahun
1960, Arthur Young (at first Arthur Young, McLelland Moores) tahun 1968,
Coopers & Lybrand tahun 1973, Deloitte Haskins & Sells tahun 1978 dan
Ernst & Whinney tahun 1979.
Big 6 (1989-1998)
Kompetisi diantara kantor akuntan
semakin intensif dan the
Big 8 menjadi the Big 6 pada Juni 1989 ketika Ernst &
Whinney merger dengan Arthur Young mejadi Ernst & Young serta Deloitte,
Haskins & Sells merger dengan Touche Ross menjadi Deloitte & Touche pada Agustus 1989.
Selengkapnya the Big Six mencakup:
3. Ernst & Young (Ernst & Whinney and Arthur Young & Company merged in 1989)
4. Deloitte & Touche (Deloitte Haskins & Sells and Touche Ross mergen
in 1989)
Big 5 (1998-2002)
The Big 6 menjadi the Big 5 pada Juli 1998 ketika Price Waterhouse
merger dengan Coopers & Lybrand menjadi PricewaterhouseCoopers.
Selengkapnya the Big 5 adalah:
3. Deloitte & Touche
4. Peat Marwick Mitchell
5. PricewaterhouseCoopers (Price Waterhouse and Coopers & Lybrand merged in 1998)
Big 4 (2002-sekarang)
Kasus kolapsnya Enron telah menyeret
Arthur Andersen, yang mengadit laporan keunagan Enron, ke dalam serangkaian
penyelidikan oleh otoritas bursa US. Hasil penyelidikan menyimpulkan Arthur
Andersen terlibat dalam skandal tersebut. Kantor akuntan
Arthur Andersen didakwa melawan hukum karena menghancurkan dokumen-dokumen yang
berkaitan dengan pengauditan Enron, dan menutup-nutupi kerugian jutaan dolar.
Hasil keputusan hukum secara efektif menyebabkan kebangkrutan global dari
bisnis Arthur Andersen. Kantor akuntan di seluruh dunia yang berada di bawah
bendera Arthur Andersen seluruhnya dijual dan kebanyakan menjadi anggota kantor
akuntan internasional lainnya. Di UK, para partner Arthur Andersen setempat
kebanyakan bergabung dengan Ernst & Young dan Deloitte Touche Tohmatsu. Di
Indonesia, para partner Arthur Andersen pada akhirnya bergabung dengan Ernst
& Young.
The big 4 selengkapnya
adalah:
2. Deloitte Touche Tohmatsu
3. KPMG
4. PricewaterhouseCoopers
Afiliasi di
Indonesia
Kantor akuntan publik di Indonesia
yang berafiliasi dengan the big four adalah:I
1. KAP Purwantono, Sarwoko,
Sandjaja – affiliate of Ernst & Young
2. KAP Osman Bing Satrio –
affiliate of Deloitte
3. KAP Sidharta, Sidharta, Widjaja
– affiliate of KPMG
4. KAP Haryanto Sahari – affiliate
of PwC
Mergers and developments
Struktur merger dan
development kantor akuntan terbesar tersebut adalah sebagai berikut:
·
Arthur Andersen
o
Developed from Andersen, Delany
·
Ernst & Young
o
Arthur Young
o
Ernst &
Whinney
§
Ernst & Ernst
(US)
§
Whinney Murray
(UK)
§
Whinney, Smith
& Whinney
·
PricewaterhouseCoopers
o
Coopers &
Lybrand
§
Cooper Brothers
(UK)
§
Lybrand, Ross
Bros, Montgomery (US)
o
Price Waterhouse
·
Deloitte Touche Tohmatsu
o
Deloitte &
Touche
§
Deloitte Haskins
& Sells
§
Deloitte Plender
Griffiths (UK)
§
Haskins &
Sells (US)
§
Touche Ross
§
Touche, Ross,
Bailey & Smart
§
Ross, Touche
(Canada)
§
George A. Touche
(UK)
§
Touche, Niven,
Bailey & Smart (US)
§
Touche Niven
§
Bailey
§
A. R. Smart
o
Tohmatsu &
Co. (Japan)
·
KPMG
o
Peat Marwick
Mitchell
§
William Barclay
Peat (UK)
§
Marwick Mitchell
(US)
o
KMG
§
Klynveld Main
Goerdeler
§
Klynveld
Kraayenhof (Netherlands)
§
Thomson McLintock
(UK)
§
Main Lafrentz
(US)
§
Deutsche Treuhand
Gesellschaft (Germany)
Sumber ;
AUDIT FORENSIK
Audit
Forensik Pengertian Audit Forensik Audit Forensik terdiri dari dua kata, yaitu
audit dan forensik. Audit adalah tindakan untuk membandingkan kesesuaian antara
kondisi dan kriteria. Sementara forensik adalah segala hal yang bisa
diperdebatkan di muka hukum / pengadilan
Audit
Forensik terdiri dari dua kata, yaitu audit dan forensik. Audit adalah tindakan
untuk membandingkan kesesuaian antara kondisi dan kriteria. Sementara forensik
adalah segala hal yang bisa diperdebatkan di muka hukum / pengadilan.
Menurut D. Larry
Crumbley, editor-in-chief dari Journal of Forensic Accounting (JFA) “Akuntansi
forensik adalah akuntansi yang akurat (cocok) untuk tujuan hukum. Artinya,
akuntansi yang dapat bertahan dalam kancah perseteruan selama proses
pengadilan, atau dalam proses peninjauan judicial atau administratif”.
Dengan
demikian, Audit Forensik bisa didefinisikan sebagai tindakan menganalisa dan
membandingkan antara kondisi di lapangan dengan criteria, untuk menghasilkan
informasi atau bukti kuantitatif yang bisa digunakan di muka pengadilan.
Karena sifat dasar
dari audit forensik yang berfungsi untuk memberikan bukti di muka pengadilan,
maka fungsi utama dari audit forensik adalah untuk melakukan audit investigasi
terhadap tindak kriminal dan untuk memberikan keterangan saksi ahli (litigation
support) di pengadilan.
Audit Forensik
dapat bersifat proaktif maupun reaktif. Proaktif artinya audit forensik
digunakan untuk mendeteksi kemungkinan-kemungkinan risiko terjadinya fraud atau
kecurangan. Sementara itu, reaktif artinya audit akan dilakukan ketika ada
indikasi (bukti) awal terjadinya fraud. Audit tersebut akan menghasilkan “red
flag” atau sinyal atas ketidakberesan. Dalam hal ini, audit forensik yang lebih
mendalam dan investigatif akan dilakukan. Perbedaan yang paling teknis antara
Audit Forensik dan Audit Tradisional adalah pada masalah metodologi. Dalam
Audit Tradisional, mungkin dikenal ada beberapa teknik audit yang digunakan.
Teknik-teknik tersebut antara lain adalah prosedur analitis, analisa dokumen,
observasi fisik, konfirmasi, review, dan sebagainya. Namun, dalam Audit
Forensik, teknik yang digunakan sangatlah kompleks.
Tujuan
dari audit forensik adalah mendeteksi atau mencegah berbagai jenis kecurangan
(fraud). Penggunaan auditor untuk melaksanakan audit forensik telah tumbuh
pesat. Untuk
mendukung proses identifikasi alat bukti dalam waktu yang relatif cepat, agar
dapat diperhitungkan perkiraan potensi dampak yang ditimbulkan akibat perilaku
jahat yang dilakukan oleh kriminal terhadap korbannya, sekaligus mengungkapkan
alasan dan motivitasi tindakan tersebut sambil mencari pihak-pihak terkait yang
terlibat secara langsung maupun tidak langsung dengan perbuatan tidak
menyenangkan dimaksud. Akuntansi atau audit forensik? Pada mulanya, di Amerika
Serikat, akuntansi forensik digunakan untuk menentukan pembagian warisan atau
mengungkapkan motif pembunuhan. Misalnya pembunuhan isteri oleh suami untuk
mendapatkan hak waris atau klaim asuransi, atau pembunuhan mitra dagang untuk
menguasai perusahaan. Bermula dari penerapan akuntansi untuk memecahkan hukum,
maka istilah yang dipakai adalah akuntansi (dan bukan audit) forensik.
Sekarangpun kadar akuntansinya masih terlihat, misalkan dalam perhitungan ganti
rugi, baik dalam konteks keuangan Negara, maupun di antara pihak-pihak dalam
sengketa perdata. Akuntansi forensik pada awalnya adalah perpaduan yang paling
sederhana untuk akuntansi dan hukum. Contoh, penggunaan akuntan forensik dalam
penggantian harta gono gini. Disini terlihat unsur akuntansinya, unsur
menghitung besarnya harta yang akan diterima pihak (mantan) suami dan (mantan)
isteri. Segi hukumnya dapat diselesaikan di dalam atau di luar pengadilan,
secara litigasi atau non litigasi. Dalam kasus yang lebih pelik, ada satu
bidang tambahan, yaitu bidang audit. Akuntansi forensik sebenarnya telah
dipraktekkan di Indonesia. Praktek ini tumbuh pesat, tak lama setelah terjadi
krisis keuangan tahun 1977. Akuntansi forensik dilaksanakan oleh berbagai
lembaga seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Bank Dunia (untuk proyek-proyek
pinjamannya), dan kantor-kantor akuntan publik (KAP) di Indonesia.
Sumber
;
http://edratna.wordpress.com/2009/04/27/apa-bagaimana-dan-kapan-akuntansi-forensik-digunakan/
http://rifkialparisi22accounting.blogspot.com/2012/10/audit-forensik.html
AUDIT
SISTEM INFORMASI
Ron
Weber (1999,10) mengemukakan bahwa audit sistem informasi adalah :
” Information systems auditing is the process of collecting and evaluating evidence to determine whether a computer system safeguards assets, maintains data integrity, allows organizational goals to be achieved effectively, and uses resources efficiently”.
” Information systems auditing is the process of collecting and evaluating evidence to determine whether a computer system safeguards assets, maintains data integrity, allows organizational goals to be achieved effectively, and uses resources efficiently”.
“Audit
sistem informasi adalah proses pengumpulan dan penilaian bukti – bukti untuk
menentukan apakah sistem komputer dapat mengamankan aset, memelihara integritas
data, dapat mendorong pencapaian tujuan organisasi secara efektif dan
menggunakan sumberdaya secara efisien”.
Tujuan
Audit Sistem Informasi
Tujuan
Audit Sistem Informasi dapat dikelompokkan ke dalam dua aspek utama dari
ketatakelolaan IT, yaitu :
a. Conformance (Kesesuaian) –
Pada kelompok tujuan ini audit sistem informasi difokuskan untuk memperoleh
kesimpulan atas aspek kesesuaian, yaitu :Confidentiality (Kerahasiaan), Integrity (Integritas), Availability (Ketersediaan)
dan Compliance (Kepatuhan).
b. Performance (Kinerja) –
Pada kelompok tujuan ini audit sistem informasi difokuskan untuk memperoleh
kesimpulan atas aspek kinerja, yaitu : Effectiveness(Efektifitas), Efficiency (Efisiensi), Reliability (Kehandalan).
Tujuan
audit sistem informasi menurut Ron Weber tujuan audit yaitu :
1.
Mengamankan asset
2.
Menjaga integritas data
3.
Menjaga efektivitas sistem
4.
Mencapai efisiensi sumberdaya.
Keempat
tujuan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
Mengamankan
aset, aset (activa) yang berhubungan dengan instalasi sistem informasi
mencakup: perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), manusia (people),
file data, dokumentasi sistem, dan peralatan pendukung lainnya.
Sama
halnya dengan aktiva – aktiva yang lain, maka aktiva ini juga perlu dilindungi
dengan memasang pengendalian internal. Perangkat keras dapat rusak karena unsur
kejahatan atau sebab-sebab lain. Perangkat lunak dan isi file data dapat
dicuri. Peralatan pendukung dapat digunakan untuk tujuan yang tidak
diotorisasi.
Menjaga
integritas data, integritas data merupakan konsep dasar audit sistem informasi.
Integritas data berarti data memiliki atribut: kelengkapan, baik dan dipercaya,
kemurnian, dan ketelitian. Tanpa menjaga integritas data, organisasi tidak
dapat memperlihatkan potret dirinya dengan benar atau kejadian yang ada tidak
terungkap seperti apa adanya. Akibatnya, keputusan maupun langkah-langkah
penting di organisasi salah sasaran karena tidak didukung dengan data yang
benar. Meskipun demikian, perlu juga disadari bahwa menjaga integritas data
tidak terlepas dari pengorbanan biaya. Oleh karena itu, upaya untuk menjaga
integritas data, dengan konsekuensi akan ada biaya prosedur pengendalian yang
dikeluarkan harus sepadan dengan manfaat yang diharapkan.
Menjaga
efektivitas sistem, sistem informasi dikatakan efektif hanya jika sistem
tersebut dapat mencapai tujuannya. Untuk menilai efektivitas sistem, perlu
upaya untuk mengetahui kebutuhan pengguna sistem tersebut (user). Selanjutnya,
untuk menilai apakah sistem menghasilkan laporan atau informasi yang bermanfaat
bagi user (misalnya pengambil keputusan), auditor perlu mengetahui karakteristik
user berikut proses pengambilan keputusannya. Biasanya audit efektivitas sistem
dilakukan setelah suatu sistem berjalan beberapa waktu. Manajemen dapat meminta
auditor untuk melakukan post audit guna menentukan sejauh mana sistem telah
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi ini akan memberikan masukan
bagi pengambil keputusan apakah kinerja sistem layak dipertahankan; harus
ditingkatkan atau perlu dimodifikasi; atau sistem sudah usang, sehingga harus
ditinggalkan dan dicari penggantinya
Audit
efektivitas sistem dapat juga dilaksanakan pada tahap perencanaan sistem (system
design). Hal ini dapat terjadi jika desainer sistem mengalami kesulitan untuk
mengetahui kebutuhan user, karena user sulit mengungkapkan atau mendeskripsikan
kebutuhannya. Jika sistem bersifat komplek dan besar biaya penerapannya,
manajemen dapat mengambil sikap agar sistem dievaluasi terlebih dahulu oleh
pihak yang independen untuk mengetahui apakah rancangan sistem sudah sesuai
dengan kebutuhan user. Melihat kondisi seperti ini, auditor perlu
mempertimbangkan untuk melakukan evaluasi sistem dengan berfokus pada kebutuhan
dan kepentingan manajemen.
Mencapai
efisiensi sumberdaya, suatu sistem sebagai fasilitas pemrosesan informasi
dikatakan efisien jika ia menggunakan sumberdaya seminimal mungkin untuk
menghasilkan output yang dibutuhkan. Pada kenyataannya, sistem informasi
menggunakan berbagai sumberdaya, seperti mesin, dan segala perlengkapannya,
perangkat lunak, sarana komunikasi dan tenaga kerja yang mengoperasikan sistem
tersebut. Sumberdaya seperti ini biasanya sangat terbatas adanya. Oleh karena
itu, beberapa kandidat sistem (system alternatif) harus berkompetisi untuk memberdayakan
sumberdaya yang ada tersebut.
Adapun
tujuan yang lain adalah :
Untuk
memeriksa kecukupan dari pengendalian lingkungan, keamanan fisik, keamanan
logikal serta keamanan operasi sistem informasi yang dirancang untuk melindungi
piranti keras, piranti lunak dan data terhadap akses yang tidak sah,
kecelakaan, perubahan yang tidak dikehendaki.
Untuk
memastikan bahwa sistem informasi yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan
kebutuhan sehingga bisa membantu organisasi untuk mencapai tujuan strategis.
Sumber;
http://2lucianasi2011.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar